Monday 24 March 2014

Mimpi-mimpi itu harus Tercapai

Setiap orang pasti memiliki mimpi, dan tidak terkecuali saya pribadi....:) Ya itung-itung untuk target hidup kita didunia ini saya rasa tidak mengapa....betulkan?

So, saya coba untuk menuliskan beberapa mimpi yang ingin saya capai dikemudian hari...Mudah-mudahan. Aamiin.

Berikut beberapa mimpi yang ingin saya capai :

1. Saya ingin memiliki Rumah yang tingkat (Maklum rumah orangtua dulu ga tingkat)
2. Memiliki Mobil
3. Pergi ke Luar Negeri terutama kota Madrid dan Mekkah
4. Memiliki Anak lebih dari 2
5. Memiliki Perusahaan yang berkembang
6. Memiliki Toko untuk usaha

Semoga beberapa mimpi itu bisa tercapai.

Wednesday 19 September 2012

Cara Cepat Mencari Driver VGA

Bagi yang kesulitan mencari Driver VGA bisa cari melalui situs ini :



Cukup copy-kan device ID VGA di PC/Laptop anda

cara mendapatkan device ID, klik kanan My Computer>Properties>Device Manager> Display adapters> klik kanan Hardware yg terdeteksi disitu lalu klik properties>


 Buka Tab Details> ganti properties dengan Hardware Id> lalu copy value yg paling atas dan paste di situs diatas 
















lalu search.

Contoh Device ID :

PCI\VEN_8086&DEV_0046&SUBSYS_FDD01179&REV_02

hasilnya akan ditampilkan link driver yg bisa anda download :



http://prntscr.com/ftg4r <- contoh gambar

Klik link atau klik icon Disket/save, maka akan muncul kembali halaman berikutnya untuk download

Selamat mencoba...!!!

Tuesday 4 September 2012

Memaksakan diri untuk menulis kembali...!!!

Alhamdulillah,

Setelah 4 tahun blog ini tertinggal tanpa post, akhirnya hari ini saya bisa kembali memaksakan diri untuk mencari alamat e-mail yang saya gunakan untuk daftar ke blogger.com tahun 2008 silam....(wow lama juga ya ga keurus ini blog).

dan akhirnya saya bisa menembus kembali blog ini....mudah2an ini awal yang baik untuk saya agar dapat menulis hal2 yang berguna bagi dunia internet. Amiinnn


* Bogor, 04 September 2012 16:55pm at Sentul City - Bogor

Thursday 18 December 2008

Jagalah Keluargamu dari Panasnya Api Neraka

Jika engkau canangkan program belajar agama dan hukum syariat bagi keluargamu dan engkau bantu mereka dalam rangka menunaikan urusan agama bantulah anak-anakmu agar mereka bisa beristiqomah

"KARENA SAAT INI BANYAK TANGAN YANG AKAN MENCENGKERAM MEREKA YANG BERTUJUAN MERUSAK TUTUR KATA MEREKA

HINGGA MEREKA BERBICARA BUSUK ATAU BERUPAYA MERUSAK PERILAKU MEREKA HINGGA MEREKA BERBUAT YANG MUNKAR(TERLARANG) ATAU

BERANI MENINGGALKAN PERINTAH-PERINTAH WAJIB ATAU MERUSAK FIKIRAN MEREKA HINGGA MEREKA BERANI MELECEHKAN HUKUM SYARIAT,
BERANI MENODAI KEHORMATAN AGAMA DAN MELECEHKAN KEMULIAAN NABI DAN RASUL."

Hal inilah yang hari ini banyak dipropagandakan oleh berbagai media yang bertujuan mencengkeram paksa anak- anak kita.

Wahai Allah peliharalah anak-anak kami dan seluruh anak-anak umat islam.

Jagalah putra-putri kalian! Jagalah istri-istri kalian!
bantu mereka untuk menunaikan perintah-perintah agama, jangan menjadi penghalang mereka untuk berbuat kebaikan, jika mereka akan berbuat baik fasilitasi mereka!!! Bantu Mereka!!!

Karena ini merupakan tanggung jawab yang besar...!!!

Ku Anfusikum Wa Ahlikum Narro

Tidak adanya contoh Nabi tidak bisa dijadikan sebagai Hujah

Diantara kaidah yang sering dijadikan pegangan dan dipakai sebagai tempat perlindungan oleh para pengingkar dan pelontar tuduhan-tuduhan bid'ah adalah kaidah : "Tidak adanya perbuatan Nabi" atau "Sesuatu itu tidak pernah dikerjakan oleh Nabi".

Kaidah inilah yang sering mereka jadikan hujjah untuk melegitimasi tuduhan-tuduhan bid'ah mereka terhadap segala perbuatan atau amalan-amalan yang baru (muhdats). Terhadap semua itu mereka langsung menghukumkannya dengan "batil" tanpa mau mengembalikannya kepada kaidah-kaidah atau melakukan penelitian dan qiyas terhadap hukum-hukum asal.

Puncak hujjah mereka adalah : "Kalau perbuatan itu tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah Saw, tidak juga oleh ulama-ulama salaf, maka perbuatan itu termasuk haram atau bid'ah dholalah karena dia menyalahi Al-Qur’an dan Sunnah Rasul".

Ucapan seperti ini adalah ucapan yang awalnya haq namun akhirnya batil atau awalnya sahih namun akhirnya fasid. Yang haq atau yang sahih dari ucapan tersebut adalah keadaan Nabi Saw. atau salafus salih yang tidak pernah mengerjakannya.

Sedangkan yang batil atau fasid adalah penghukuman mereka perbuatan seperti itu dengan hukum haram, bid'ah atau fasiq. Yang demikian itu karena keadaan Nabi atau salafus shalih yang tidak mengerjakan satu perbuatan bukanlah termasuk dalil bahkan penghukuman dengan berdasarkan kaidah tersebut adalah, penghukuman tanpa dalil.

Dalil pengharaman sesuatu haruslah menggunakan nash, baik itu dari Al-Qur'an maupun Hadits yang melarang atau mengingkari perbuatan tersebut. Tidak bisa langsung diharamkan hanya karena Nabi atau salafus salih tidak pernah memperbuatnya. Allah Swt. berfirman :
فَانْتَهُوا عَنْهُ نَهَاكُمْ وَمَا فَخُذُوهُ الرَّسُولُ آتَاكُمُوَمَا
الْعِقَابِ شَدِيدُ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ وَاتَّقُوا


"Apa saja yang didatangkan Rasul kepadamu, maka ambillah dia dan apa saja yang kamu dilarang daripadanya, maka berhentilah (mengerjakannya)".
(QS. al-Hasyr : 7)

Nyata dalam ayat ini bahwa perintah berhenti mengerjakan sesuatu itu adalah apabila telah tegas larangannya dari Rasulullah Saw. Dalam ayat tersebut tidak dikatakan :
"Dan apa saja yang tidak pernah dikerjakan oleh Rasul, maka berhentilah (mengerjakannya)!".

Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari Nabi kita Saw, bersabda :
"Jika aku menyuruhmu melakukan sesuatu, maka lakukanlah semampumu dan jika aku melarangmu melakukan sesuatu, jauhilah dia!".

Dalam hadits ini Nabi Saw. tidak mengatakan :
"Dan apabila sesuatu itu tidak pernah aku kerjakan, maka jauhilah dia!".

Dengan demikian, maka sikap Nabi Saw. Yang tidak pernah mengerjakan sesuatu tidaklah otomatis, membawa dampak kepada "terlarangnya" sesuatu itu. Hanyalah sikap beliau yang seperti itu merupakan indikasi "bolehnya" meninggalkan sesuatu itu.

Terlarangnya sesuatu yang tidak pernah dikerjakan oleh Nabi haruslah ada dalil lain yang menunjukkannya. Hal ini ditegaskan oleh Syaikhuna AI-'Allaamah al-Muhaddits as-Syaikh Abdullah bin as-Shiddiq al-Ghamaari dimana beliau berkata : "Semata-mata karena Nabi Saw. meninggalkan sesuatu—jika tidak diikuti oleh nash lain yang menunjukkan bahwa sesuatu yang ditinggalkan itu haram— tidaklah bisa dijadikan hujjah dalam hal yang demikian. Pengertian yang dapat dipetik dari sikap beliau itu adalah bahwa meninggalkan perbuatan tersebut disyari'atkan. Adapuni mengatakan bahwa sesuatu itu haram tidaklah dapat disimpulkan dari semata-mata "sikap beliau Saw. yang meninggalkannya itu". Hanyalah hukum haram itu baru dapat disimpulkan bila telah ada dalil lain yang memang menunjukkan keharamannya".

Dalam kitab AI-Muhalla juz II/254 Ibnu Hazmin menyebutkan hujjah madzhab Maliki dan Hanafi atas makruhnya shalat sunnat dua/rakaat sebelum magrib. Hujjah yang mereka pakai adalah pernyataan Ibrahim an-Nakha'i bahwasanya Abu Bakar, Umar dan Utsman tidak melakukan shalat sunnat tersebut. Ibnu Hazmin membantah hujjah tersebut dengan ucapannya : "Kalau betul demikian, maka tidaklah terdapat padanya hujjah karena tidak ada keterangan bahwa Abu Bakar, Umar dan Utsman melarang melakukannya".

Masalah seperti ini disebut juga dengan at-Tarku (meninggalkan). Artinya bahwa Nabi Saw atau ulama salafus salih meninggalkan sesuatu yakni tidak melakukannya dan tidak ada larangan terhadap sesuatu itu, baik pada hadits maupun atsar. demikian juga tidak ada tahzir (ancaman) terhadap sesuatu yang ditinggalkan itu yang bisa mengarah kepada pengharaman atau Pemakruhannya.

Dan terhadap dalil yang mauhum (spekulatif) itu ulama mutaakhkhirin yang menjadikannya sebagai hujjah sehingga tidak jarang mereka menghukumkan sesuatu itu haram atau bid'ah semata-mata dengan dalih bahwa Rasulullah Saw tidak pernah mengerjakannya.

Abu Sa'id bin Lub ketika mengomentari orang-orang yang memakruhkan doa sesudah shalat mengatakan : "Yang dijadikan sandaran oleh para pengingkar doa sesudah shalat adalah bahwa menetapkannya sesuai dengan bentuk yang dikenal sekarang tidak pernah dilakukan oleh ulama salaf. Padahal, kalaupun betul anggapan ini, maka sikap ulama yang tidak mengerjakannya itu tidaklah menjadi faktor timbulnya hukum untuk sesuatu yang tidak dikerjakan tersebut selain dari hukum "boleh ditinggalkan" dan tidak mengapa bila dikerjakan". Adapun mengharamkan atau memakruhkan sesuatu yang tidak dikerjakan itu termasuk satu kekeliruan, terlebih lagi dalam satu perkara yang memang ada dasarnya dalam agama seperti masalah doa itu".

Sebagian ulama berkata :
"At-Tarku bukanlah termasuk hujjah dalam syari"at kita. Dia mengarah kepada larangan dan tidak juga pengharusan.
Siapa yang menghendakinya sebagai suatu larangan hanya karena ditinggalkan oleh Nabi kita dan dia berasumsi bahwa itulah hukum yang tepat dan benar, maka dia telah menyimpang dari manhaj dalil seluruhnya. Bahkan juga telah melakukan kekeliruan terhadap hukum yang benar dan nyata".

Makna dari Sikap Nabi yang Meninggalkan Suatu perbuatan

Jika, Nabi Saw. meninggalkan suatu perbuatan dan telah datang nash yang sharih dari sahabat bahwa memang beliau tidak pernah mengerjakannya atau tidak ada nash sama sekali dalam masalah itu yang menetapkan bahwa Nabi mengerjakannya atau meninggalkannya, maka untuk hal ini terdapat beberapa kemungkinan dari segi hukumnya. Yang jelas tidak menunjuk haram. Beberapa segi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bahwa Nabi meninggalkannya karena kebiasaan. Contohnya :
adalah masalah dhab (biawak). Tersebut dalam shahih Bukhari bahwa Nabi Saw. Pernah dihidangkan biawak panggang. Beliau sempat menjulurkan tangannya yang mulia untuk mencicipinya lalu dikatakan kepada beliau : "Itu adalah dhab". Maka beliaupun tidak jadi mencicipinya. Ketika ditanya : "Apakah dhab itu haram?", beliau menjawab : "Tidak! Akan tetapi dia tidak ada dinegeri kaumku".

Hadits ini menunjukan:
a) Bahwa sikap beliau yang meninggalkan sesuatu walaupun sesudah dihadapkan kepadanya tidaklah otomatis menunjukkan haram.
b) Bahwa jijiknya sesuatu tidak juga menunjukkan keharamannya.

2. Bahwa Nabi meninggalkan sesuatu karena lupa sebagaimana beliau pernah lupa sewaktu shalat dan meninggalkan sebagian perbuatan shalat. Ketika beliau ditanya : "Apakah telah terjadi sesuatu (perubahan) pada shalat?". Beliau menjawab : "Sesungguhnya saya juga manusia biasa seperti kamu. Saya lupa sebagaimana juga kamu lupa. Apabila aku lupa, maka ingatkanlah aku". (HR : Bukhari)

3. Nabi meninggalkan sesuatu karena khawatir akan diwajibkan kepada ummatnya seperti sikap beliau yang meninggalkan shalat tarawih ketika para sahabat telah pada berkumpul untuk shalat bersama beliau. Beliau bersabda : "Aku khawatir kalau shalat tarawih itu diwajibkan atasmu". (HR : Bukhari)

4. Nabi meninggalkan sesuatu karena tidak terpikirkan oleh beliau dan tidak juga terlintas di dalam hatinya seperti pembuatan mimbar untuk berkhutbah. Sebelumnya beliau berkhutbah diatas batang korma dan beliau tidak pernah berpikir untuk membuat mimbar sebagai tempat beliau berdiri sewaktu berkhutbah. Tatkala sebagian sahabat mengusulkan kepada beliau untuk membuat mimbar tersebut beliau menyetujui karena memang itu akan lebih membantu penyampaian khutbah. Dengan demikian, maka sikap beliau yang meninggalkan pembuatan mimbar itu adalah karena tidak terpikirkan oleh beliau.

5. Nabi meninggalkan sesuatu karena khawatir berubahnya hati para sahabat atau sebagian mereka. Contohnya adalah sabda Nabi Saw. kepada Aisyah :

"Kalaulah bukan karena dekatnya masa kaummu kepada kekafiran, maka aku robohkan ka’bah itu dan aku jadikan dia diatas fondasi yang dibikin oleh Ibrahim alaihissalam karena sesungguhnya kaum Quraisy telah memperkecil pembangunannya" (HR. Bukhari Muslim)

Sebabnya Nabi Saw. tidak jadi merobohkan Ka'bah dan mengulangi pembangunannya adalah karena memperhatikan hati dan perasaan penduduk Mekkah yang baru saja masuk Islam.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada dalam satu hadits ataupun atsar satu penegasan bahwa jikalau Nabi Saw. meninggalkan sesuatu, maka sesuatu itu menjadi haram atau makruh.

Makna At-Tarku, Bagian-bagian dan Dilalahnya

a. Makna At-Tarku

Menurut bahasa, at-Tarku berarti "meninggalkan sesuatu". sedangkan menurut ulama ushul fiqh, at-Tarku berarti : "Tidak mengerjakan sesuatu yang mampu dilakukan, baik disengaja ataupun tidak —seperti orang yang tidur—, dan juga baik dia itu menampilkan sesuatu yang berlawanan atau tidak."

b. Bagian-Bagian At-Tarku
At-Tarku ada dua macam :

1. Tarku Maqshud dan inilah yang menurut ulama ushul fiqh disebut dengan At-Tarkul Wujudi yaitu sesuatu yang ditinggalkan oleh Nabi sesudah dihadapkan kepadanya atau sesuatu yang berhenti dilakukan oleh Nabi sesudah sebelumnya pernah dilakukan. Dengan makna yang lain : "Bahwa Nabi Saw. meninggalkan satu perbuatan atau hukuman terhadap sesuatu sesudah terjadinya dan sesudah adanya tuntutan untuk melakukan atau mengucapkan". Pembicaraan tentang Tarku Maqshud ini terdapat dalam kitab-kitab ushul fiqh.

2. Tarku Ghair Maqshud dan inilah yang disebut dengan At-. Tarkul Adami yaitu "Sesuatu yang oleh Nabi Saw. tidak dikerjakan atau tidak diucapkan dan beliau tidak mengemukakan hukumnya karena tidak adanya tuntutan terhadap yang demikian itu". Contohnya adalah peristiwa-peristtwa yang muncul sesudah kewafatan beliau. Bagian inilah yang diperselisihkan oleh ulama.

c. Dilalah At-Tarku
Pada hakekatnya Tarku Ghair Maqshud tidak pantas menjadi dalil, baik secara syari'at maupun secara logika (akal). Ketidakpantasan menurut syariat dikarenakan oleh nash-nash berikut ini:

1. Firman Allah dalam surat al-Hasyr ayat 7 :
فَانْتَهُوا عَنْهُ نَهَاكُمْ وَمَا فَخُذُوهُ الرَّسُولُ آتَاكُمُوَمَا
الْعِقَابِ شَدِيدُ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ وَاتَّقُوا


"Apa saja yang didatangkan Rasul kepadamu, maka ambillah dia dan apa saja yang kamu dilarang daripadanya, maka berhentilah (mengerjakannya)".

2. Hadits Nabi Saw. riwayat Bukhari dan Muslim :
"Janganlah kamu tanyakan padaku tentang apa yang telah aku tinggalkan untukmu! Binasanya orang-orang sebelum kamu tidak lain karena banyaknya pertanyaan dan pertentangan mereka terhadap Nabi-nabi mereka. Apabila aku melarangmu mengerjakan sesuatu, maka jauhilah dia dan apabila aku memerintahkanmu terhadap sesuatu, maka kerjakanlah dia sekuat tenagamu!".

Begitu juga dengan hadits Nabi Saw. :

"Sesungguhnya Allah Swt. telah menetapkan beberapa kefardhuan, maka janganlah kamu melalaikannya dan menetapkan beberapa batasan, maka janganlah kamu melampauinya dan telah mendiamkan beberapa perkara sebagai rahmat untukmu –bukan karena lupa — , maka janganlah kamu membicarakannya" .
(HR. Daraquthni, Baihaqi dan al-Hakim)

Begitu juga dengan hadits Nabi Saw. :
“Yang Halal itu adalah apa-apa yang dihalalkan oleh Allah di dalam KitabNya. Dan yang haram adalah apa-apa yang diharamkan oleh Allah didalam kitabNya. Sedangkan apa yang didiamkan (tidak dibicarakan) oleh Allah, maka itu termasuk sesuatu yang dimaafkan”
(HR.Tirmizi)

beberapa nash diatas tampak dengan jelas bahwa keadaan manusia yang berkaitan dengan mengerjakan dan tidak mengerjakan sesuatu, begitu juga yang berkaitan dengan mengambil dan meninggalkan sesuatu selalu saja bermuara kepada dua kaidah penting yaitu Perintah dan Larangan. Maka apabila tidak terdapat keterangan dalam satu perbuatan yang sifatnya perintah ataupun larangan, maka tidaklah boleh menghukumkannya dengan haram. Melainkan dia berada dalam satu wilayah antara mubah atau maskut 'anhu.

Demikianlah keadaan sesuatu yang didiamkan atau ditinggalkan oleh Nabi Saw. padahal sesuatu itu telah dikemukakan atau ditampilkan dihadapan beliau yang merupakan sumber informasi dalam perkara halal atau haram bahkan yang juga memberi putusan halal dan haram. Maka bagaimanakah lagi dengan sesuatu yang tidak pernah dikemukakan atau yang sama sekali tidak pernah terjadi dihadapan beliau yang dikenal dengan nama At-Tarkul Adami itu.....?

Adapun ketidak-pantasan dari segi logika (akal) disebabkan karena sesuatu yang sama sekali tidak pernah maujud itu, maka akal yang sehat yang selalu menimbang perkara dengan timbangan mashlahat, mafsadah, tahsin dan taqbih akan dapat menyimpulkan bahwa Allah Swt. menciptakan bumi ini untuk sekalian hambaNya agar mereka dapat mengambil manfaat dengan segala kebaikan yang terkandung di dalamnya demi kehidupan dan penghidupan mereka di dunia. Apabila yang akan terjadi adalah mafsadah (kerusakan), maka syariat Allah ini pasti memberikan larangan dan ancaman melalui para rasulNya dalam kitab-kitab yang diturunkan kepada mereka.

Wallahu’alam

Urutan Lengkap Khalifah dalam Lintasan Sejarah

Rasulullah SAW telah memerintahkan kepada kaum muslimin agar mereka mengangkat seorang khalifah setelah beliau SAW wafat, yang dibai'at dengan bai'at syar'iy untuk memerintahkan kaum muslimin berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW. Menegakkan syari'at Allah, dan berjihad bersama kaum muslimin melawan musuh-musuh Allah.


Rasulullah SAW bersabda : "Sesungguhnya tidak ada Nabi setelah aku, dan akan ada para khalifah, dan banyak (jumlahnya)." para sahabat bertanya, "Apa yang engkau perintahkan kepada kami? Nabi SAW menjawab, "penuhilah bai'at yang pertama, dan yang pertama. Dan Allah akan bertanya kepada mereka apa-apa yang mereka pimpin." (HR. MUSLIM) Rasulullah SAW berwasiat kepada kaum muslimin, agar jangan sampai ada masa tanpa adanya khalifah (yang memimpin kaum muslimin). Jika hal ini terjadi, dengan tiadanya seorang khalifah, maka wajib bagi kaum muslimin berupaya mengangkat khalifah yang baru, meskipun hal itu berakibat pada kematian.


Sabda Rasulullah SAW : "Barang siapa mati dan dipundaknya tidak membai'at Seorang imam (khalifah), maka matinya (seperti) mati (dalam keadaan) jahiliyyah."


Rasulullah SAW juga bersabda : "Jika kalian menyaksikan seorang khalifah, hendaklah kalian taat, walaupun (ia) memukul punggungmu. Sesungguhnya jika tidak ada khalifah, maka akan terjadi Kekacauan." (HR. THABARANI)


Sesungguhnya Allah SWT telah memerintahkan (kepada kita) untuk taat kepada khalifah.
Allah berfirman : "Hai orang-orang yang berfirman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri diantara kamu." (AN NISA :59)


Kaum muslimin telah menjaga wasiat Rasulullah SAW tersebut sepanjang 13 abad. Selama interval waktu itu, kaum muslimin tidak pernah menyaksikan suatu kehidupan tanpa ada (dipimpin) seorang khalifah yang mengatur urusan-urusan mereka. Ketika seorang khalifah meninggal atau diganti, ahlul halli wal 'aqdi segera mencari, memilih, dan menentukan pengganti khalifah terdahulu. Hal ini terus berlangsung pada masa-masa islam (saat itu).
Setiap masa, kaum muslimin senantiasa menyaksikan bai'at kepada khalifah atas dasar taat. Ini dimulai sejak masa Khulafaur Rasyidin hingga periode para Khalifah dari Dinasti 'Utsmaniyyah.


Kaum muslimin mengetahui bahwa khalifah pertama dalam sejarah Islam adalah Abu Bakar ra, akan tetapi mayoritas kaum muslimin saat ini, tidak mengetaui bahwa Sultan 'Abdul Majid II adalah khalifah terakhir yang dimiliki oleh umat Islam, pada masa lenyapnya Daulah Khilafah Islamiyyah akibat ulah Musthafa Kamal yang menghancurkan sistem kilafah dan meruntuhnya Dinasti 'Utsmaniyyah. Fenomena initerjadi pada tanggal 27 Rajab 1342 H.


Dalam sejarah kaum muslimin hingga hari ini, pemerintah Islam di bawah institusi Khilafah Islamiah pernah dipimpin oleh 104 khalifah. Mereka (para khalifah) terdiri dari 5 orang khalifah dari khulafaur raasyidin, 14 khalifah dari dinasti Umayyah, 18 khalifah dari dinasti 'Abbasiyyah, diikuti dari Bani Buwaih 8 orang khalifah, dan dari Bani Saljuk 11 orang khalifah. Dari sini pusat pemerintahan dipindahkan ke kairo, yang dilanjutkan oleh 18 orang khalifah. Setelah itu khalifah berpindah kepada Bani 'Utsman. Dari Bani ini terdapat 30 orang khalifah.
Umat masih mengetahui nama-nama para khulafaur rasyidin dibandingkan dengan yang lain. Walaupun mereka juga tidak lupa dengan Khalifah 'Umar bin 'Abd al-'Aziz, Harun al-rasyid, Sultan 'Abdul Majid, serta khalifah-khalifah yang masyur dikenal dalam sejarah.


Adapun nama-nama para khalifah pada masa khulafaur Rasyidin sebagai berikut:

1.Abu Bakar ash-Shiddiq ra (tahun 11-13 H/632-634 M)

2.'Umar bin khaththab ra (tahun 13-23 H/634-644 M)

3.'Utsman bin 'Affan ra (tahun 23-35 H/644-656 M)

4.Ali bin Abi Thalib ra (tahun 35-40 H/656-661 M)

5.Al-Hasan bin Ali ra (tahun 40 H/661 M)

Setelah mereka, khalifah berpindah ke tangan Bani Umayyah yang berlangsung lebih dari 89 tahun. Khalifah pertama adalah Mu'awiyyah. Sedangkan khalifah terakhir adalah Marwan bin Muhammad bin Marwan bin Hakam. Masa kekuasaan mereka sebagai berikut:


1.Mu'awiyah bin Abi Sufyan (tahun 40-64 H/661-680 M)

2.Yazid bin Mu'awiyah (tahun 61-64 H/680-683 M)

3.Mu'awiyah bin Yazid (tahun 64-68 H/683-684 M)

4.Marwan bin Hakam (tahun 65-66 H/684-685 M)

5.'Abdul Malik bin Marwan (tahun 66-68 H/685-705 M)

6.Walid bin 'Abdul Malik (tahun 86-97 H/705-715 M)

7.Sulaiman bin 'Abdul Malik (tahun 97-99 H/715-717 M)

8.'Umar bin 'Abdul 'Aziz (tahun 99-102 H/717-720 M)

9.Yazid bin 'Abdul Malik (tahun 102-106 H/720-724 M)

10.Hisyam bin Abdul Malik (tahun 106-126 H/724-743 M)

11.Walid bin Yazid (tahun 126 H/744 M)

12.Yazid bin Walid (tahun 127 H/744 M)

13.Ibrahim bin Walid (tahun 127 H/744 M)

14.Marwan bin Muhammad (tahun 127-133 H/744-750 M)

Setelah mereka, khalifah berpindah ke tangan Bani Umayyah yang berlangsung lebih dari 89 tahun. Khalifah pertama adalah Mu'awiyyah. Sedangkan khalifah terakhir adalah Marwan bin Muhammad bin Marwan bin Hakam. Masa kekuasaan mereka sebagai berikut:


I. Dari Bani 'Abbas 1.Abul 'Abbas al-Safaah (tahun 133-137 H/750-754 M)

2.Abu Ja'far al-Mansyur (tahun 137-159 H/754-775 M)

3.Al-Mahdi (tahun 159-169 H/775-785 M)

4.Al-Hadi (tahun 169-170 H/785-786 M)

5.Harun al-Rasyid (tahun 170-194 H/786-809 M)

6.Al-Amiin (tahun 194-198 H/809-813 M)

7.Al-Ma'mun (tahun 198-217 H/813-833 M)

8.Al-Mu'tashim Billah (tahun 218-228 H/833-842 M)

9.Al-Watsiq Billah (tahun 228-232 H/842-847 M)

10.Al-Mutawakil 'Ala al-Allah (tahun 232-247 H/847-861 M)

11.Al-Muntashir Billah (tahun 247-248 H/861-862 M)

12.Al-Musta'in Billah (tahun 248-252 H/862-866 M)

13.Al-Mu'taz Billah (tahun 252-256 H/866-869 M)

14.Al-Muhtadi Billah (tahun 256-257 H/869-870 M)

15.Al-Mu'tamad 'Ala al-Allah (tahun 257-279 H/870-892 M)

16.Al-Mu'tadla Billah (tahun 279-290 H/892-902 M)

17.Al-Muktafi Billah (tahun 290-296 H/902-908 M)

18.Al-Muqtadir Billah (tahun 296-320 H/908-932 M)


II. Dari Bani Buwaih


19.Al-Qahir Billah (tahun 320-323 H/932-934 M)

20.Al-Radli Billah (tahun 323-329 H/934-940 M)

21.Al-Muttaqi Lillah (tahun 329-333 H/940-944 M)

22.Al-Musaktafi al-Allah (tahun 333-335 H/944-946 M)

23.Al-Muthi' Lillah (tahun 335-364 H/946-974 M)

24.Al-Thai'i Lillah (tahun 364-381 H/974-991 M)

25.Al-Qadir Billah (tahun 381-423 H/991-1031 M)

26.Al-Qa'im Bi Amrillah (tahun 423-468 H/1031-1075 M)


III. dari Bani Saljuk


27. Al Mu'tadi Biamrillah (tahun 468-487 H/1075-1094 M)

28. Al Mustadhhir Billah (tahun 487-512 H/1094-1118 M)

29. Al Mustarsyid Billah (tahun 512-530 H/1118-1135 M)

30. Al-Rasyid Billah (tahun 530-531 H/1135-1136 M)

31. Al Muqtafi Liamrillah (tahun 531-555 H/1136-1160)

32. Al Mustanjid Billah (tahun 555-566 H/1160-1170 M)

33. Al Mustadhi'u Biamrillah (tahun 566-576 H/1170-1180 M)

34. An Naashir Liddiinillah (tahun 576-622 H/1180-1225 M)

35. Adh Dhahir Biamrillah (tahun 622-623 H/1225-1226 M)

36. al Mustanshir Billah (tahun 623-640 H/1226-1242 M)

37. Al Mu'tashim Billah ( tahun 640-656 H/1242-1258 M)


Setelah itu kaum muslimin hidup selama 3,5 tahun tanpa seorang khalifah pun.
Ini terjadi karena serangan orang-orang Tartar ke negeri-negeri Islam dan pusat kekhalifahan di Baghdad. Namun demikian, kaum muslimin di Mesir, pada masa dinasti Mamaluk tidak tinggal diam, dan berusaha mengembalikan kembali kekhilafahan. kemudian mereka membai'at Al Muntashir dari Bani Abbas. Ia adalah putra Khalifah al-Abbas al-Dhahir Biamrillah dan saudara laki-laki khalifah Al Mustanshir Billah, paman dari khalifah Al Mu'tashim Billah. Pusat pemerintahan dipindahkan lagi ke Mesir. Khalifah yang diangkat dari mereka ada 18 orang yaitu :


1. Al Mustanshir billah II (taun 660-661 H/1261-1262 M)

2. Al Haakim Biamrillah I ( tahun 661-701 H/1262-1302 M)

3. Al Mustakfi Billah I (tahun 701-732 H/1302-1334 M)

4. Al Watsiq Billah I (tahun 732-742 H/1334-1354 M)

5. Al Haakim Biamrillah II (tahun 742-753 H/1343-1354 M)

6. al Mu'tadlid Billah I (tahun 753-763 H/1354-1364 M)

7. Al Mutawakkil 'Alallah I (tahun 763-785 H/1363-1386 M)

8. Al Watsir Billah II (tahun 785-788 H/1386-1389 M)

9. Al Mu'tashim (tahun 788-791 H/1389-1392 M)

10. Al Mutawakkil 'Alallah II (tahun 791-808 H/1392-14-9 M)

11. Al Musta'in Billah (tahun 808-815 H/ 1409-1426 M)

12. Al Mu'tadlid Billah II (tahun 815-845 H/1416-1446 M)

13. Al Mustakfi Billah II (tahun 845-854 H/1446-1455 M)

14. Al Qa'im Biamrillah (tahun 754-859 H/1455-1460 M)

15. Al Mustanjid Billah (tahun 859-884 H/1460-1485 M)

16. Al Mutawakkil 'Alallah (tahun 884-893 H/1485-1494 M)

17. al Mutamasik Billah (tahun 893-914 H/1494-1515 M)

18. Al Mutawakkil 'Alallah OV (tahun 914-918 H/1515-1517 M)


Ketika daulah Islamiyah Bani Saljuk berakhir di anatolia, Kemudian muncul kekuasaan yang berasal dari Bani Utsman dengan pemimpinnya "Utsman bin Arthagherl sebagai khalifah pertama Bani Utsman, dan berakhir pada masa khalifah Bayazid II (918 H/1500 M) yang diganti oleh putranya Sultan Salim I. Kemuadian khalifah dinasti Abbasiyyah, yakni Al Mutawakkil "alallah diganti oleh Sultan Salim. Ia berhasil menyelamatkan kunci-kunci al-Haramain al-Syarifah. Dari dinasti Utsmaniyah ini telah berkuasa sebanyah 30 orang khalifah, yang berlangsung mulai dari abad keenam belas Masehi. nama-nama mereka adalah sebagai berikut:


1. Salim I (tahun 918-926 H/1517-1520 M)

2. Sulaiman al-Qanuni (tahun 916-974 H/1520-1566 M)

3. salim II (tahun 974-982 H/1566-1574 M)

4. Murad III (tahun 982-1003 H/1574-1595 M)

5. Muhammad III (tahun 1003-1012 H/1595-1603 M)

6. Ahmad I (tahun 1012-1026 H/1603-1617 M)

7. Musthafa I (tahun 1026-1027 H/1617-1618 M)

8. 'Utsman II (tahun 1027-1031 H/1618-1622 M)

9. Musthafa I (tahun 1031-1032 H/1622-1623 M)

10. Murad IV (tahun 1032-1049 H/1623-1640 M)

11. Ibrahim I (tahun 1049-1058 H/1640-1648 M)

12. Mohammad IV (1058-1099 H/1648-1687 M)

13. Sulaiman II (tahun 1099-1102 H/1687-1691M)

14. Ahmad II (tahun 1102-1106 H/1691-1695 M)

15. Musthafa II (tahun 1106-1115 H/1695-1703 M)

16. Ahmad II (tahun 1115-1143 H/1703-1730 M)

17. Mahmud I (tahun 1143-1168/1730-1754 M)

18. "Utsman IlI (tahun 1168-1171 H/1754-1757 M)

19. Musthafa II (tahun 1171-1187H/1757-1774 M)

20. 'Abdul Hamid (tahun 1187-1203 H/1774-1789 M)

21. Salim III (tahun 1203-1222 H/1789-1807 M)

22. Musthafa IV (tahun 1222-1223 H/1807-1808 M)

23. Mahmud II (tahun 1223-1255 H/1808-1839 M)

24. 'Abdul Majid I (tahun 1255-1277 H/1839-1861 M)

25. "Abdul 'Aziz I (tahun 1277-1293 H/1861-1876 M)

26. Murad V (tahun 1293-1293 H/1876-1876 M)

27. 'Abdul Hamid II (tahun 1293-1328 H/1876-1909 M)

28. Muhammad Risyad V (tahun 1328-1339 H/1909-1918 M)

29. Muhammad Wahiddin II (tahun 1338-1340 H/1918-1922 M)

30. 'Abdul Majid II (tahun 1340-1342 H/1922-1924 M)


Sekali lagi terjadi dalam sejarah kaum muslimin, hilangnya kekhalifahan. Sayangnya, kaum muslimin saat ini tidak terpengaruh, bahkan tidak peduli dengan runtuhnya kekhilafahan. Padahal menjaga kekhilafahan tergolong kewajiban yang sangat penting. Dengan lenyapnya institusi kekhilafahan, mengakibatkan goncangnya dunia Islam, dan memicu instabilitas di seluruh negeri Islam. Namun sangat disayangkan, tidak ada (pengaruh) apapun dalam diri umat, kecuali sebagian kecil saja.


Jika kaum muslimin pada saat terjadinya serangan pasukan Tartar ke negeri mereka, mereka sempat hidup selama 3,5 tahun tanpa ada khalifah, maka umat Islam saat ini, telah hidup selama lebih dari 75 tahun tanpa keberadaan seorang khalifah. Seandainya negara-negara Barat tidak menjajah dunia Islam, dan seandainya tidak ada penguasa-penguasa muslim bayaran, seandainya tidak ada pengaruh tsaqofah, peradaban, dan berbagai persepsi kehidupan yang dipaksakan oleh Barat terhadap kaum muslimin, sungguh kembalinya kekhilafahan itu akan jauh lebih mudah. Akan tetapi kehendak Allah berlaku bagi ciptaanNya dan menetapkan umat ini hidup pada masa yang cukup lama.


Umat Islam saat ini hendaknya mulai rindu dengan kehidupan mulia di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Dan Insya Allah Daulah Khilafah itu akan berdiri. Sebagaimana sabda Rasulullah "...kemudian akan tegak Khilafah Rasyidah yang sesuai dengan manhaj Nabi". Kami dalam hal ini tidak hanya yakin bahwa kekhilafahan akan tegak, lebih dari itu, kota Roma (sebagai pusat agama Nashrani) dapat ditaklukkan oleh kaum muslimin setelah dikalahkannya Konstantinopel yang sekarang menjadi Istambul. Begitu pula daratan Eropa, Amerika, dan Rusia akan dikalahkan. Kemudian Daulah Khilafah Islamiyah akan menguasai seluruh dunia setelah berdirinya pusat Daulah Khilafah. Sungguh hal ini dapat terwujud dengan Izin Allah. Kita akan menyaksikannya dalam waktu yang sangat dekat.

Wednesday 17 December 2008

Pemangsa dan Korban

Dearest Super Members yang baik,

Mudah-mudahan tulisan ini menjumpai Anda dan keluarga tercinta dalam kesehatan yang prima dan selalu dalam limpahan anugrah dari Yang Mahakuasa.

Semoga Anda semua berada di ujung pekan yang membahagiakan, dengan pencapaian-pencapaian hasil yang membawa kebaikan bagi banyak orang, dengannya Anda menjadi yang terpilih untuk penyebaran kebaikan.

Selamat datang untuk Super Members yang baru bergabung dan terimalah salam hangat dari kami, kehadiran Anda semua merupakan keberkahan yang luar biasa yang dikirimkan oleh Beliau yang Mahakasih.

Sahabat sekalian, dalam sebuah kesempatan direct coaching, Pak Mario menyampaikan bahwa ada dua jenis manusia, yaitu type korban dan type pemangsa. Saat itu Pak Mario bertanya kepada saya: "Kalau Pak Hery termasuk type yang mana?

Sahabat yang baik.

Seorang korban, mempunyai ciri-ciri : menyalahkan orang lain, mengeluh, membuat berbagai macam alasan-alasan, menunda dan itu semua tidak akan pernah membuat hidupnya lebih baik. Perhatikan nasihat-nasihat Pak Mario berikut ini:

Seseorang yang mengeluh tentang kualitas hidupnya, tetapi yang hanya menyalahkan orang lain yang tidak membuatnya berhasil; tidak akan mengambil tanggung jawab pribadi atas keberhasilannya.

Dia akan mati-matian bertahan dan menyalahkan orang-orang yang menasihatkan kesempatannya untuk berhasil, dan membuat orang-orang yang menyayanginya – menilai ulang perlunya menyayangi angsa berisik yang sedang patah sayap ini.

Bila saja mereka mau berpikir sedikit, bahwa merekalah yang mempertahankan cara-cara mereka yang sekarang, yang hasilnya mereka keluhkan itu. Bahwa merekalah yang tidak berani mengambil risiko, yaitu kemungkinan yang belum tentu lebih buruk dari keadaan yang sedang mereka alami sekarang.

Mohon Anda perhatikan bahwa yang menelantarkan keharusan-keharusannya sebetulnya sedang membunuh waktu yang didalamnya mengalir kesempatan-kesempatannya, dan yang berarti terbunuhnya juga kemungkinan-kemungkinan untuk berhasil.

Dan sampaikanlah kepada mereka yang menunda , bahwa penundaan adalah penyegeraan kemiskinan.
Perhatikanlah juga, bagaimana dia semakin bersedih, setelah dia memutar ulang cerita ketidak beruntungan hidupnya. Lalu perhatikanlah bagaimana seorang yang lain – menjadi congkak karena senang memutar ulang saat-saat pendek dimana dia menang dan dipuji-puji oleh orang lain.

Itu adalah alasan mengapa kita sering menemukan orang-orang kecil dengan kesombongan besar.
Undanglah mereka yang hanya menginginkan keberhasilan, tetapi yang tidak bersedia menyibukkan diri bekerja menuju keinginan mereka untuk mengerti bahwa kerja keras adalah tiket yang memberikan ijin untuk berdiri dalam antrian menuju impian-impian mereka.

Mohon Anda sadari bahwa semua orang yang telah mencoba untuk mengubah kebiasaan yang tidak memuliakan diri mereka, telah merasakan bahwa kebiasaan adalah sebuah sistem sikap dan perilaku yang kekuatannya sangat mengagumkan.

Seorang "pemangsa" adalah orang yang bertanggung jawab dalam hidup dan lingkungannya, dia tidak menyalahkan orang lain, tidak mengeluh dan apapun yang terjadi terhadap dirinya adalah merupakan tanggung jawab dirinya. Dan dia akan berusaha bangkit untuk mendapatkan apa yang telah menjadi haknya untuk berhasil.

Untuk orang-orang seperti ini, Pak Mario pernah sampaikan;

Hiduplah sepenuhnya. Hiduplah dengan sekuat-kuatnya. Inilah kehidupan Anda yang sebenarnya.

Bila Anda terus ingat dengan hak Anda untuk mencapai impian-impian kepemimpinan Anda, maka mudah bagi Anda untuk menyiapkan diri bagi peran-peran yang mengharuskan kebaikkan dan perbaikan di lingkungan Anda.

Maka, selalu berupayalah untuk menjadi yang terbaik dalam yang Anda lakukan, perhatikanlah bahwa Alam ini memiliki kejelian untuk mengenali siapapun diantara kita yang terbaik upayanya dalam melayankan kebaikan bagi orang lain, dan karenanya alam menganugrahkan bayaran-bayaran yang terbaik pula.

Ya, alam mengundang kita untuk menjadi pribadi-pribadi bernilai yang kehadirannya mendatangkan kebaikan bagi lingkungannya.

Pribadi-pribadi tersebut mengerti bahwa dia harus sadar dan berada pada setiap penggal perjalanannya, dia sadar mengenai kecepatan majunya, dia mengerti nilai dari kualitas rancangannya, dan dia sadar sekali mengenai keterbatasan waktu dalam hidupnya.

Sadarilah, bahwa selalu ada kemungkinan luar biasa pada orang-orang biasa yang bersedia melakukan apapun yang diatas biasa.

Super Members yang baik, saat direct coaching tersebut Pak Samson Arismunandar yang duduk disamping saya berbisik : "Pak Hery, jadilah pemangsa, tapi jangan makan daging bangkai ya?"
Nah Bagaimana dengan Anda, apakah mau jadi korban atau pemangsa?

Pak Mario dan Ibu Linna terkasih, ijinkan saya menyampaikan terimakasih yang mendalam atas nasihat-nasihat yang Super ini, mudah-mudahan Beliau Yang Mahakasih memberikan kebaikan kepada Pak Mario dan Ibu Linna dengan kebaikan yang lebih banyak.

Super Members yang baik, jika Anda mendapatkan kebaikan yang banyak, mohon pengalaman Anda dapat di-share di komunitas ini, dengannya semoga –meminjam istilah tetangga sebelah- membuat hidup lebih bermakna.

Terakhir, ijinkan saya menutup tulisan ini, dengan kalimat yang sama ketika Pak Mario menutup tulisan "One Moment In Time" berikut ini:

Bangunlah pribadi Anda di atas
landasan kebaikan, karena
kebaikan adalah satu-satunya
bentuk ilmu yang tidak pernah menua.

Have a super day !

Sampai jumpa, terimakasih dan Salam Super

Hery Suherman, SM 8
MTSC Direct Selling| MTSuperClub | 0812-845-9441 | Human Capital Development.

Tuesday 11 November 2008

Tafsir Surat Al-Kafirun

Surat
AL-KAFIRUN
(ORANG-ORANG KAFIR)
Surat 109: 6 ayat
Diturunkan di MAKKAH

سورة: الكافرون


1- Katakanlah: "Hai orang-orang kafir."
Say : O ye that reject Faith!
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ
2- Aku tidaklah menyembah apa yang kamu sembah
I worship not that which ye worship,
لاَ أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
3- Dan tidak pula kamu menyembah apa yang aku sembah.
Nor will ye worship that which I worship.
وَلاَ أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
4- Dan aku bukanlah penyembah sebagaimana kamu menyembah.
And I will not worship that which ye have been wont to worship,
وَلاَ أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ
5- Dan kamu bukanlah pula penyembah sebagaimana aku menyembah.
Nor will ye worship that which I worship.
وَلاَ أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
6- Untuk kamulah agama kamu dan untuk akulah agamaku.
To you be your Way, and to me mine.
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

Sudah jelas, Surat ini diturunkan di Makkah dan yang dituju ialah kaum musyrikin, yang kafir, artinya tidak mau menerima seruan dan petunjuk ke­benaran yang dibawakan Nabi kepada mereka.

"Katakanlah," – olehmu hai utusanKu – kepada orang-orang yang tidak mau percaya itu: "Hai orang-orang kafir!" (ayat 1). Hai orang-orang yang tidak mau percaya. Menurut Ibnu Jarir panggilan seperti ini disuruh sampaikan Tuhan oleh NabiNya kepada orang-orang kafir itu, yang sejak semula berkeras menantang Rasul dan sudah diketahui dalam ilmu Allah Ta'ala bahwa sampai saat terakhir pun mereka tidaklah akan mau menerima kebenaran. Mereka menantang, dan Nabi s.a.w. pun tegas pula dalam sikapnya menantang penyem­bahan mereka kepada berhala, sehingga timbullah suatu pertandingan siapakah yang lebih kuat semangatnya mempertahankan pendirian masing-masing. Maka pada satu waktu terasalah oleh mereka sakitnya pukulan-pukulan itu, mencela berhala mereka, menyalahkan kepercayaan mereka.

Maka bermuafakatlah pemuka-pemuka Quraisy musyrikin itu hendak me­nemui Nabi. Mereka bermaksud hendak mencari, "damai". Yang mendatangi Nabi itu menurut riwayat Ibnu Ishaq dari Said bin Mina – ialah al-Walid bin al-Mughirah, al-Ash bin Wail, al-Aswad bin al-Muthalib dan Umaiyah bin Khalaf. Mereka kemukakan suatu usul damai: "Ya Muhammad! Mari kita ber­damai. Kami bersedia menyembah apa yang engkau sembah, tetapi engkau pun hendaknya bersedia pula menyembah yang kami sembah, dan di dalam segala urusan di negeri kita ini, engkau turut serta bersama kami. Kalau seruan yang engkau bawa ini memang ada baiknya daripada apa yang ada pada kami, supaya turutlah kami merasakannya dengan engkau. Dan jika pegangan kami ini yang lebih benar daripada apa yang engkau serukan itu maka engkau pun telah bersama merasakannya dengan kami, sama mengambil bahagian pada­nya." – Inilah usul yang mereka kemukakan.

Tidak berapa lama setelah mereka mengemukakan usul ini, turunlah ayat ini; "Katakanlah, hai orang-orang yang kafir! "Aku tidaklah menyembah apa yang kamu sembah." (ayat 2).

Menurut tafsiran Ibnu Katsir yang disalinkannya dari Ibnu Taimiyah arti ayat yang kedua: "Aku tidaklah menyembah apa yang kamu sembah," ialah rnenafikan perbuatan (nafyul fi'li) Artinya bahwa perbuatan begitu tidaklah pemah aku kerjakan. "Dan tidak pula kamu menyembah apa yang aku sembah." (ayat 3). Artinya persembahan kita ini sekali-kali tidak dapat diperdamaikan atau digabungkan. Karena yang aku sembah hanya Allah kan kalian menyembah kepada benda; yaitu kayu atau batu yang kamu perbuat sendiri dan kamu besarkan sendiri. "Dan aku bukanlah penyembah sebagaimana kamu menyembah." (ayat 4). "Dan kamu bukanlah pula penyembah sebagaimana aku menyembah." (ayat 5). Maka selain dari yang kita sembah itu berlain; kamu menyembah berhala aku menyembah Allah Yang Maha Esa, maka cara kita menyembah pun lain pula. Kalau aku menyembah Allah maka aku melakukan shalat di dalam syarat rukun yang telah ditentukan. Sedang kamu menyembah berhala itu sangatlah berbeda dengan cara aku menyembah Allah. Oleh sebab itu tidaklah dapat pegangan kita masing-masing ini didamaikan; "Untuk kamu­lah agama kamu, dan untuk akulah agamaku." (ayat 6).

Soal akidah, di antara Tauhid Mengesakan Allah, sekali-kali tidaklah dapat dikompromikan atau dicampur-adukkan dengan syirik. Tauhid kalau telah di­damaikan dengan syirik, artinya ialah kemenangan syirik.

Syaikh Muhammad Abduh menjelaskan perbedaan ini di dalam tafsimya; "Dua jumlah kata yang pertama (ayat 2 dan 3) adalah menjelaskan perbedaan yang disembah. Dan isi dua ayat berikutnya (ayat 4 dan 5) ialah menjelaskan perbedaan cara beribadat. Tegasnya yang disembah lain dan Cara menyembah pun lain. Tidak satu dan tidak sama. Yang aku sembah ialah Tuhan Yang Maha Esa, yang bersih daripada segala macam persekutuan dan perkongsian dan mustahil menyatakan diriNya pada diri seseorang atau sesuatu benda. Allah, yang meratakan kurniaNya kepada siapa jua pun yang tulus ikhlas beribadat kepadaNya. Dan Maha Kuasa menarik ubun-ubun orang yang menolak kebenaranNya dan menghukum orang yang menyembah kepada yang lain. Sedang yang kamu sembah bukan itu, bukan Allah, melainkan benda. Aku menyembah Allah sahaja, kamu menyembah sesuatu selain Allah dan kamu persekutukan yang lain itu dengan Allah. Sebab itu maka menurut aku, ibadat­mu itu bukan ibadat dan tuhanmu itu pun bukan Tuhan. Untuk kamulah agama kamu, pakailah agama itu sendiri, jangan pula aku diajak menyembah yang bukan Tuhan itu. Dan untuk akulah agamaku, jangan sampai hendak kamu campur-adukkan dengan apa yang kamu sebut agama itu."

Al-Qurthubi meringkaskan tafsir seluruh ayat ini begini:

"Katakanlah olehmu wahai UtusanKu, kepada orang-orang kafir itu, bahwasanya aku tidaklah mau diajak menyembah berhala-berhala yang kamu sembah dan puja itu, kamu pun rupanya tidaklah mau menyembah kepada Allah saja sebagaimana yang aku lakukan dan serukan. Malahan kamu per­sekutukan berhala kamu itu dengan Allah. Maka kalau kamu katakan bahwa kamu pun menyembah Allah jua, perkataanmu itu bohong, karena kamu ada­lah musyrik. Sedang Allah itu tidak dapat dipersyarikatkan dengan yang lain. Dan ibadat kita pun berlain. Aku tidak menyembah kepada Tuhanku sebagai­mana kamu menyembah berhala. Oleh sebab itu agama kita tidaklah dapat diperdamaikan atau dipersatukan; "Bagi kamu agama kamu, bagiku adalah agamaku pula." Tinggilah dinding yang membatas, dalamlah jurang di antara kita."

Surat ini memberi pedoman yang tegas bagi kita pengikut Nabi Muhammad bahwasanya akidah tidaklah dapat diperdamaikan. Tauhid dan syirik tak dapat dipertemukan. Kalau yang hak hendak dipersatukan dengan yang batil, maka yang batil jualah yang menang. Oleh sebab itu maka Akidah Tauhid itu tidaklah mengenal apa yang dinamai Cynscritisme, yang berarti menyesuai-nyesuaikan. Misalnya di antara animisme dengan Tauhid, penyembahan berhala dengan sembahyang, menyembelih binatang guna pemuja hantu atau jin dengan membaca Bismillah.

Dan lain-lain sebagainya.

* * *

Pelengkap

Berkata Ibnu Katsir dalam tafsirnya:

Tersebut dalam Shahih Muslim, diterima dari Jabir bin Abdillah, bahwa Rasulullah s.a.w. membaca Surat al-Kafirun ini bersama Surat Qul Huwallaahu Ahad di dalam sembahyang sunnat dua rakaat sesudah tawaf.

Dalam Shahih Muslim juga, dari Hadis Abu Hurairah, bahwa Rasulullah s.a.w. membaca Surat ini dan Qul Huwallaahu Ahad pada sembahyang dua rakaat sunnat Fajar (sebelum sembahyang Subuh). Demikian juga menurut sebuah Hadis yang dirawikan oleh al-Imam Ahmad dari Ibnu Umar, bahwa Nabi membaca kedua Surat ini dua rakaat Fajar dan dua rakaat sesudah Maghrib, lebih dari dua puluh kali.

Sebuah Hadis dirawikan oleh al-Imam Ahmad dari Farwah bin Naufal al-Asyja'iy, bahwa dia ini meminta pertunjuk kepada Nabi s.a.w. apa yang baik dibaca sebelum tidur. Maka Nabi menasihatkan supaya setelah dia mulai ber­baring bacalah Qul Yaa Ayyuhal Kaafiruun, sebab dia adalah satu pernyataan diri sendiri bersih dari syirik.

Dan telah kita jelaskan bahwa Qul Yaa Ayyuhal Kaafiruun, sama dengan seperempat dari al-Quran. Surat ini mengandung larangan menyembah yang selain Allah, mengandung pokok akidah, dan segala perbuatan hati. Dia setali dengan Qul Huwallaahu (Surat al-Ikhlas) yang akan kita tafsirkan kelak; Insya Allah.